Aturan Kerajaan Aceh dalam Berkuasa
Aturan yang dimaksud adalah untuk memberikan rincian secara jelas terkait ketentuan yang berlaku dalam menjalankan pemerintahan kerajaan. Berikut adalah rincian secara jelasnya:
Kerajaan Aceh menyatakan dirinya sebagai negara hukum. Oleh sebab itu, rakyat diumpakan seperti pedang sembilan yang sangat tajam. Hal ini menegaskan bahwa peranan rakyat sangatlah peting dalam mendukung pemerintahan Kerajaan Aceh.
Selain itu, jika dalam suatu kerajaan disebut sebagai negara hukum, maka seorang raja, perdana menteri, maupun pejabat lainnya diwajibkan patuh pada hukum yang berlaku di Kerajaan Aceh. Adapun sumber hukum yang digunakan adalah kembali kepada ajaran agama Islam. Yaitu ajaran hukum yang berasal dari Al Quran, hadist, ijma’ para ulama, serta qias.
Sedangkan dalam praktiknya, hukum yang bersumber dari ajaran agama Islam tersebut terdiri atas, hukum, adat, reusam, dan qanun. Hukum sendiri diartikan sebagai perundang undangan yang mengatur segala urusan. Adat sendiri memiliki arti aturan yang dibuat oleh sultan maupun pejabat di bawahnya namun berlaku untuk ditaati.
Reusam diartikan sebagai sumber aturan yang diberlakukan untuk memberikan ketertiban pada perilaku masyarakat. Terakhir adalah Qanun, yang merupakan aturan secara langsung dibuat oleh Balai Majelis Mahkamah Rakyat atau dalam kehidupan sekarang disebut DPR. Dari semua aturan yang berlaku diharapkan dapat dipatuhi oleh penguasa maupun rakyat.
Adapun hukum yang berlaku jika seseorang ingin menjadi Sultan Qanun maka terdapat 20 syarat yang harus dipenuhi, sebagai berikut:
Selain berbagai hukum yang telah ditetapkan, Kerajaan Aceh juga membentuk rukun kerajaan sesuai dengan ajaran Islam dan harus dilakukan. Berikut adalah penjelasannya:
Dalam melaksanakan keempat rukun tersebut, maka diperlukan sebuah ilmu. Oleh sebab itu, keluarga kerajaan sangat diwajibkan untuk berilmu dan memiliki intelektual tinggi. Selain itu, diperuntukan untuk menciptakan stabilitas kerajaan dalam menjalankan pemerintahannya.
Peninggalan Kerajaan Aceh
Kerajaan Aceh banyak meninggalkan benda-benda maupun bangunan bersejarah selama masa kekuasaanya. Adapun peninggalan-peninggalannya adalah sebagai berikut:
Grameds, setelah kita menyimak pembahasan panjang di atas, sekarang kita menjadi tahu bahwa terdapat sejarah panjang dari lahirnya sebuah kerajaan besar, yaitu Kerajaan Aceh. Seperti yang telah kita ketahui, Kerajaan Aceh didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Shah. Dimana awalnya, Sultan Ali ini merupakan sultan ke-11 dalam Kerajaan Darussalam.
Kemudian Sultan Ali Mughayat Shah mengganti nama kerajaan tersebut sekaligus memperluas daerah kekuasaannya. Selain itu, Sultan Ali Mughayat Shah sangat berjasa sebagai orang Aceh pertama yang menentang kehadiran Portugis di Selat Malaka. Namun, tak lama dari itu, Sultan Ali wafat dan digantikan oleh generasi selanjutnya kurang lebih sebanyak 35 kali.
Perlu diketahui juga bahwa Kerajaan Aceh mengalami puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Pencapaiannya begitu luar biasa, pertama ia berhasil mengusir dan membuat Portugis takut untuk menginjakan kaki kembali di bumi Aceh. Kemudian Sultan Iskandar Muda juga menakhlukan kerajaan-kerajaan di semenanjung Melayu seperti, Johor, Kedah, dan Perak.
Selain itu, Aceh menjadi perlintasan perdagangan yang sangat ramai sehingga menguntungkan perekonomian kerajaan. Nah, sampai sini Grameds sudah paham kan? Agar lebih paham lagi, Grameds juga bisa membaca buku di Gramedia. Kami percaya bahwa Gramedia akan terus menjaga semangat untuk menjadi #SahabatTanpaBatas dengan menyajikan buku-buku terbaik untuk kalian semua.
Penulis: Mutiani Eka Astutik
Rekomendasi Buku & Artikel Terkait Pendiri Kerajaan Aceh
Pada fase “kepemimpinan” Djoko Kandung, atau Adipati Ariyo Blitar III, pada sekitar tahun 1723 dan di bawah Kerajaan Kartasura Hadiningrat pimpinan Raja Amangkurat, Blitar jatuh ke tangan penjajah Belanda. Karena Raja Amangkurat menghadiahkan Blitar sebagai daerah kekuasaannya kepada Belanda yang dianggap telah berjasa membantu Amangkurat dalam perang saudara termasuk perang dengan Ariyo Blitar III yang berupaya merebut kekuasaannya. Blitar pun kemudian beralih kedalam genggaman kekuasaan Belanda, yang sekaligus mengakhiri eksistensi Kadipaten Blitar sebagai daerah pradikan. Penjajahan di Blitar berlangsung dalam suasana serba menyedihkan karena memakan banyak korban, baik nyawa maupun harta dan akhirnya rakyat Blitar pun kemudian bersatu padu dan bahu membahu melakukan berbagai bentuk perlawanan kepada Belanda. Dan untuk meredam perlawanan rakyat Blitar, pada tahun 1906 pemerintahan kolonial Belanda mengeluarkan sebuah Staatsblad van Nederlandche Indie Tahun 1906 Nomor 150 tanggal 1 April 1906, yang isinya adalah menetapkan pembentukan Gemeente Blitar. Momentum pembentukan Gemeente Blitar inilah yang kemudian dikukuhkan sebagai hari lahirnya Kota Blitar. Pada tahun itu juga dibentuk beberapa kota lain di Indonesia antara lain kota Batavia, Buitenzorg, Bandoeng, Cheribon, Magelang Semarang, Madioen, Blitar, Malang, Surabaja dan Pasoeroean.Pada tahun 1928, Kota Blitar pernah menjadi Kota Karisidenan dengan nama "Residen Blitar", dan berdasarkan Stb. Tahun 1928 Nomor 497 Gemeente Blitar ditetapkan kembali. Pada tahun 1930, Kotaparaja Blitar sudah memiliki lambang daerah sendiri. Lambang itu bergambar sebuah gunung dan Candi Penataran, dengan latar belakang gambar berwarna kuning kecoklatan di belakang gambar gunung –yang diyakini menggambarkan Gunung Kelud dan berwarna biru di belakang gambar Candi Penataran. Alasan yang mendasarinya adalah Blitar selama ini identik dengan Candi Penataran dan Gunung Kelud. Sehingga, tanpa melihat kondisi geografis, lambang Kotapraja Blitar pun mengikuti identitas itu. Pada tahun 1942, Jepang berhasil menduduki Kota Blitar dan istilah Gementee Blitar berubah menjadi “Blitar Shi”, yang diperkuat dengan produk hukum yang bernama Osamu Seerai. Di masa ini, penjajah Jepang menggunakan isu sebagai saudara tua bangsa Indonesia, Kota Blitar pun masih belum berhenti dari pergolakan. Bukti yang paling hebat, adalah pemberontakan PETA Blitar, yang dipimpin Soedancho Suprijadi. Pemberontakan yang terjadi pada tanggal 14 Februari 1945 itu, merupakan perlawanan yang paling dahsyat atas kependudukan Jepang di Indonesia yang dipicu dari rasa empati serta kepedulian para tentara PETA atas siksaan –baik lahir maupun batin- yang dialami rakyat Indonesia oleh penjajah Jepang. Konon kabarnya, menurut Cindy Adams di dalam otobiografi Bung Karno, pada tanggal 14 Februari 1945 itu pula, Soeprijadi dan kawan-kawan sebelum melakukan pemberontakan, sempat berdiskusi tentang rencana pemberontakan ini dengan Ir. Soekarno yang ketika itu tengah berkunjung ke Ndalem Gebang. Namun Soekarno ketika itu tidak memberikan dukungan secara nyata karena Soekarno beranggapan lebih penting untuk mempertahankan eksistensi pasukan PETA sebagai salah satu komponen penting perjuangan memperebutkan kemerdekaan. Di luar pemberontakan yang fenomenal itu, untuk kali pertamanya di bumi pertiwi ini Sang Saka Merah Putih berkibar. Adalah Partohardjono, salah seorang anggota pasukan Suprijadi, yang mengibarkan Sang Merah Putih di tiang bendera yang berada di seberang asrama PETA. Kini tiang bendera itu berada di dalam kompleks TMP Raden Widjaya, yang dikenal pula sebagai Monumen Potlot.Pemberontakan PETA ini walaupun dari sisi kejadiannya terlihat kurang efektif karena hanya berlangsung dalam beberapa jam dan mengakibatkan tertangkapnya hampir seluruh anggota pasukan PETA yang memberontak, kecuali Suprijadi, namun dari sisi dampak yang ditimbulkan peristiwa ini telah mampu membuka mata dunia dan menggoreskan tinta emas dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia karena peristiwa tersebut merupakan satu-satunya pemberontakan yang dilakukan oleh tentara didikan Jepang. Beberapa saat setelah pemberontakan PETA Blitar, tepatnya tanggal 17 Agustus 1945, Soekarno – Hata memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Rakyat Kota Blitar pun menyambutnya dengan gembira. Sebab, hal inilah yang ditunggu-tunggu dan justru itulah yang sebetulnya menjadi cita-cita perjuangan warga Kota Blitar selama ini. Karena itu, rakyat Kota Blitar segera mengikrarkan diri berada di bawah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Sebagai bukti keabsahan keberadaan Kota Blitar dalam Republik Indonesia, Pemerintah mengeluarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1945 tentang perubahan nama “Blitar Shi” menjadi "Kota Blitar".
Terhampar di lereng selatan Gunung Kelud, Kabupaten Blitar memiliki potensi yang cukup besar dari berbagai sektor, terutama sektor agro seperti pertanian, perkebunan, dan perikanan, maupun pariwisata. Dalam sejarahnya, wilayah ini lekat dengan kisah sejarah Kerajaan Majapahit.
Pendiri Kerajaan Aceh – Grameds, pernahkah kalian mengunjungi Kota Aceh? Pastinya pernah dong, ya. Aceh merupakan kota yang berada paling barat di Indonesia. Bahkan kota ini memiliki julukan “Serambi Mekkah”, kira-kira kenapa ya, Grameds?
Ternyata julukan tersebut tak lepas dari pengaruh Kerajaan atau Kesultanan Aceh. Pada abad ke-17, Kesultanan Aceh berada pada puncak kejayaan sehingga pengaruh agama Islam tersebar secara luas dalam kehidupan masyarakat. Perkembangannya begitu pesat, hingga akhirnya Aceh menjadi kiblat ilmu pengetahuan Islam. Yuks, kita simak lebih lanjut pembahasan kerajaan yang berada pada daerah istimewa ini, Grameds!
Rekomendasi Buku & Artikel Terkait Pendiri Kerajaan Aceh
Pendiri Kerajaan Aceh – Grameds, pernahkah kalian mengunjungi Kota Aceh? Pastinya pernah dong, ya. Aceh merupakan kota yang berada paling barat di Indonesia. Bahkan kota ini memiliki julukan “Serambi Mekkah”, kira-kira kenapa ya, Grameds?
Ternyata julukan tersebut tak lepas dari pengaruh Kerajaan atau Kesultanan Aceh. Pada abad ke-17, Kesultanan Aceh berada pada puncak kejayaan sehingga pengaruh agama Islam tersebar secara luas dalam kehidupan masyarakat. Perkembangannya begitu pesat, hingga akhirnya Aceh menjadi kiblat ilmu pengetahuan Islam. Yuks, kita simak lebih lanjut pembahasan kerajaan yang berada pada daerah istimewa ini, Grameds!
Struktur Kerajaan Aceh
Pada masa kepemimpinan Sultan Iskandar Muda, Aceh membentuk sistem politik yang sangat rapi dan sistematis. Salah satunya yaitu terkait pembentukan struktur kekuasaan yang dipegang oleh kerajaan. Berikut adalah rincian penjelasannya:
Peninggalan Kerajaan Aceh
Kerajaan Aceh banyak meninggalkan benda-benda maupun bangunan bersejarah selama masa kekuasaanya. Adapun peninggalan-peninggalannya adalah sebagai berikut:
Grameds, setelah kita menyimak pembahasan panjang di atas, sekarang kita menjadi tahu bahwa terdapat sejarah panjang dari lahirnya sebuah kerajaan besar, yaitu Kerajaan Aceh. Seperti yang telah kita ketahui, Kerajaan Aceh didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Shah. Dimana awalnya, Sultan Ali ini merupakan sultan ke-11 dalam Kerajaan Darussalam.
Kemudian Sultan Ali Mughayat Shah mengganti nama kerajaan tersebut sekaligus memperluas daerah kekuasaannya. Selain itu, Sultan Ali Mughayat Shah sangat berjasa sebagai orang Aceh pertama yang menentang kehadiran Portugis di Selat Malaka. Namun, tak lama dari itu, Sultan Ali wafat dan digantikan oleh generasi selanjutnya kurang lebih sebanyak 35 kali.
Perlu diketahui juga bahwa Kerajaan Aceh mengalami puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Pencapaiannya begitu luar biasa, pertama ia berhasil mengusir dan membuat Portugis takut untuk menginjakan kaki kembali di bumi Aceh. Kemudian Sultan Iskandar Muda juga menakhlukan kerajaan-kerajaan di semenanjung Melayu seperti, Johor, Kedah, dan Perak.
Selain itu, Aceh menjadi perlintasan perdagangan yang sangat ramai sehingga menguntungkan perekonomian kerajaan. Nah, sampai sini Grameds sudah paham kan? Agar lebih paham lagi, Grameds juga bisa membaca buku di Gramedia. Kami percaya bahwa Gramedia akan terus menjaga semangat untuk menjadi #SahabatTanpaBatas dengan menyajikan buku-buku terbaik untuk kalian semua.
Penulis: Mutiani Eka Astutik
Prasasti Padang Roco
Prasasti Padang Roco-kompas-
Prasasti Padang Roco diperkirakan dibuat pada tahun 1286 Masehi dan ditemukan di Siguntur, Sumatera Barat. Prasasti ini menceritakan mengenai pengiriman sebuah arca yakni arca Amoghapasa. Arca ini merupakan hadiah dari Raja Singasari.
Arca Amoghapasa-republika-
Arca Amoghapasa juga termasuk menjadi peninggalan Kerajaan Singasari karena ini merupakan hadiah dari Kerajaan Singasari kepada Raja Melayu. Arca ini diberikan sebagai hadiah dan cerita mengenai pemindahannya dituliskan dalam Prasasti Padang Roco.
Kerajaan Melayu menjadi salah satu bukti kejayaan beberapa kerajaan di Nusantara pada masa lampau. Kerajaan ini pada masa kejayaanya menguasai seluruh Pulau Sumatra bahkan bisa memperluas kekuasaannya sampai ke Pulau Jawa.
Bukti kekuatan politik dan ekonomi kerajaan ini juga dibuktikan dengan banyaknya peninggalan sejarah yang ditinggalkan dan masih bisa diakses hingga saat ini. Meskipun kerajaan ini tinggal sejarah, namun ceritanya tetap menjadi bagian dari warisan budaya Indonesia yang harus dilestarikan.
Pendiri Kerajaan Aceh – Grameds, pernahkah kalian mengunjungi Kota Aceh? Pastinya pernah dong, ya. Aceh merupakan kota yang berada paling barat di Indonesia. Bahkan kota ini memiliki julukan “Serambi Mekkah”, kira-kira kenapa ya, Grameds?
Ternyata julukan tersebut tak lepas dari pengaruh Kerajaan atau Kesultanan Aceh. Pada abad ke-17, Kesultanan Aceh berada pada puncak kejayaan sehingga pengaruh agama Islam tersebar secara luas dalam kehidupan masyarakat. Perkembangannya begitu pesat, hingga akhirnya Aceh menjadi kiblat ilmu pengetahuan Islam. Yuks, kita simak lebih lanjut pembahasan kerajaan yang berada pada daerah istimewa ini, Grameds!
Sejarah Kerajaan Melayu Singkat dan Lengkap
Sejarah Kerajaan Melayu-voi-
Berdasarkan dari beberapa peninggalan sejarah, kerajaan yang satu ini disebutkan terletak di Sumatra yang dulunya dikenal dengan Pulau Swarnabumi atau Swarnadwipa. Kerajaan ini memiliki corak agama Hindu dan Budha.
Diceritakan bahwa kerajaan ini memiliki tiga periode kejayaan yang menjadi cikal bakal kehidupan manusia di Pulau Sumatra. Tiga periode itu adalah periode pertama pada abad ke 7 Masehi yang berpusat di Minanga.
Periode kedua pada abad ke 13 Masehi dengan pusat kerajaan di Dharmasraya. Terakhir, periode ketiga pada abad ke 15 Masehi dengan pusat pemerintahan di Suruaso atau Pagaruyung. Pada zaman dahulu, kerajaan ini memiliki hubungan dengan Dinasti Tang dari Cina.
Sehingga banyak sumber sejarah mengenai kerajaan ini yang dituliskan dalam berita Cina. Salah satu catatan pendeta Cina yang bernama I-Tsing juga menuliskan bahwa kerajaan ini pernah ditaklukan oleh Kerajaan Sriwijaya pada abad ke 7 Masehi yakni tepatnya pada tahun 692 Masehi.
Kemudian setelah ditaklukan tidak ada catatan sejarah apapun dan baru muncul kembali pada abad ke 13. Pada abad tersebut kerajaan ini mengalami kebangkitan dengan pusat kejayaan di Dharmasraya. Setelah itu kerajaan ini memerankan peran penting pada peradaban Pulau Sumatra.
Srimat Trailokyaraja Maulibhusana Warmadewa
Salah satu pemimpin yang wajib diketahui adalah Srimat Trailokyaraja Maulibhusana Warmadewa karena ia merupakan pemimpin pertama dari kerajaan ini. Srimat Trailokyaraja Maulibhusana Warmadewa memimpin pada tahun 1183 sampai dengan akhir 1285.
Menurut peninggalan Kerajaan Sriwijaya, Srimat Trailokyaraja Maulibhusana Warmadewa merupakan salah satu raja dari Kerajaan Sriwijaya sebelum mengalami keruntuhan dan berubah menjadi Kerajaan Melayu. Bisa dikatakan Kerajaan Sriwijaya merupakan asal usul dari kerajaan ini.
Pada masa itu, Kerajaan Sriwijaya mengalami kemunduran hingga runtuh kemudian berdiri kembali dengan nama yang berbeda. Sehingga Raja Srimat Trailokyaraja Maulibhusana Warmadewa tercatat jugas sebagai Raja Kerajaan Sriwijaya.
Peninggalan Kerajaan Aceh
Kerajaan Aceh banyak meninggalkan benda-benda maupun bangunan bersejarah selama masa kekuasaanya. Adapun peninggalan-peninggalannya adalah sebagai berikut:
Grameds, setelah kita menyimak pembahasan panjang di atas, sekarang kita menjadi tahu bahwa terdapat sejarah panjang dari lahirnya sebuah kerajaan besar, yaitu Kerajaan Aceh. Seperti yang telah kita ketahui, Kerajaan Aceh didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Shah. Dimana awalnya, Sultan Ali ini merupakan sultan ke-11 dalam Kerajaan Darussalam.
Kemudian Sultan Ali Mughayat Shah mengganti nama kerajaan tersebut sekaligus memperluas daerah kekuasaannya. Selain itu, Sultan Ali Mughayat Shah sangat berjasa sebagai orang Aceh pertama yang menentang kehadiran Portugis di Selat Malaka. Namun, tak lama dari itu, Sultan Ali wafat dan digantikan oleh generasi selanjutnya kurang lebih sebanyak 35 kali.
Perlu diketahui juga bahwa Kerajaan Aceh mengalami puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Pencapaiannya begitu luar biasa, pertama ia berhasil mengusir dan membuat Portugis takut untuk menginjakan kaki kembali di bumi Aceh. Kemudian Sultan Iskandar Muda juga menakhlukan kerajaan-kerajaan di semenanjung Melayu seperti, Johor, Kedah, dan Perak.
Selain itu, Aceh menjadi perlintasan perdagangan yang sangat ramai sehingga menguntungkan perekonomian kerajaan. Nah, sampai sini Grameds sudah paham kan? Agar lebih paham lagi, Grameds juga bisa membaca buku di Gramedia. Kami percaya bahwa Gramedia akan terus menjaga semangat untuk menjadi #SahabatTanpaBatas dengan menyajikan buku-buku terbaik untuk kalian semua.
Penulis: Mutiani Eka Astutik